Sejarah Hukum Islam
Dalam perkembangannya, Islam mulai masuk
ke Indonesia sekitar abad 11 atau abad 13 masehi. Proses islamisasi rakyat
Indonesia dilakukan dengan pendekatan kultur, ekonomi, dan budaya. Diantara
beberapa proses islamisasi tersebut antara lain perdagangan, perkawinan,
kesenian, politik, dan pendidikan. Dari interaksi masyarakat akhirnya muncul
suatu aturan untuk melindungi hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan
sehari-hari yang kemudian disebut dengan hukum Islam. Hukum Islam merupakan
salah satu hukum yang diterapkan di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.
Hukum Islam Pada Masa Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudera Pasai
Sejarah Islam mencatat Samudera Pasai
adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini adalah salah satu
kerajaan Islam yang menerapkan hukum pidana Islam. Pelaksanaan hukum Islam
menyatu dengan pengadilan dan diselenggarakan secara berjenjang. Tingkat
pertama dilaksanakan oleh pengadilan tingkat kampung yang dipimpin oleh keuchik.
Pengadilan itu hanya menangani perkara-perkara ringan sedangkan pengadilan
tingkat pertama dapat mengajukan banding kepada ulee balang (pengadilan
tingkat kedua). Selanjutnya dapat di lakukan banding kepada Sultan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung yang keanggotaannya terdiri atas
Malikul Adil, Orang Kaya Sri Paduka Tuan, Orang Kaya Raja Bandhara, dan Faqih
(ulama). Pelaksanaan hukum pidana Islam di telah dilaksanakan dikerajaan ini,
seperti pelaksanaan hukuman rajam untuk Meurah Pupoek, seorang anak raja
yang terbukti zina. Pelaksanaan hukum Islam pada kerajaan ini tidak mengenal
jabatan atau golongan, mulai dari keluarga kerajaan sampai rakyat biasa apabila
terbukti melanggar hukum Islam pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal
dengan perbuatannya.
2. Kerajaan Mataram Islam
Sebelum Sultan Agung menjadi Sultan Mataram, hukum Islam tidak
banyak berpengaruh di kalangan kerajaan. Banyak di antara mereka memeluk agama
Hindu. Pada masa Sultan Agung memerintah (1613-1645), hukum Islam hidup dan
berpengaruh besar di kerajaan itu. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan
berubahnya tata hukum di Mataram, yang mengadili perkara-perkara yang
membahayakan keselamatan kerajaan. Istilah pengadilan untuk ini adalah Kisas.
Sistem pengadilan di Cirebon dilaksanakan oleh tujuh orang Menteri
yang mewakili tiga Sultan, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan
Cirebon. Segala acara yang menjadi sidang itu diputuskan menurut Undang-Undang
Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa dan Adilullah. Namun demikian, satu hal
yang tidak dapat dipungkiri, bahwa kedalam Papakem Cirebon itu telah tampak
adanya pengaruh hukum Islam. Pengadilan perdata yang ada pada saat itu diubah menjadi
Pengadilan Surambi, yang dilaksanakan di serambi-serambi masjid.
3. Kerajaan Banjar
Hukum Pidana murni dilaksanakan di kerajaan ini, Kerajaan Banjar
tercatat sebagai suatu kerajaan besar yang memeluk Islam. Namun demikian juga
seperti sebagian masuknya Islam di Indonesia, yang datangnya lebih belakang
dari agama Hindu, maka konsepsi hukum yang dianut di kerajaan Banjar inipun
nampaknya juga tidak murni berdasarkan Al-Qurân dan As-Sunnah. Sebelum
kehadiran Islam di Kalimantan Selatan, juga subur adat istiadat lama yang
sifatnya animisme. Kehidupan keagamaan diwujudkan dengan adanya mufti-mufti dan
qadhi-qadhi, yakni hakim serta penasehat kerajaan dalam bidang agama. Tugas
utama mereka adalah menangani masalah-masalah berkenaan dengan hukum keluarga
dan hukum perkawinan. Demikian pula Qadhi, di samping menangani
masalah-masalah hukum privat, teristimewa juga menyelesaikan perkara-perkara
pidana atau dikenal dengan Had. Bahkan dalam tatanan hukum kerajaan
Banjar telah dikodifikasikan dalam bentuk sederhana, aturan-aturan hukum yang
sepenuhnya berorientasi kepada hukum Islam, kodifikasi itu dikenal dengan
Undang-Undang Sultan Adam. Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya
sebagai pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai ‘Ulul
Amri kaum muslimin di seluruh kerajaan.
4. Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan yang mula-mula menerima Islam dengan resmi adalah kerajaan
Tallo di Sulawesi Selatan. Kemudian menyusul kerajaan Gowa yang muncul sebagai
kerajaan terkuat dan mempunyai pengaruh di kalangan masyarakatnya. Melalui
kekuasaan politik dalam struktur kerajaan ditempatkan Parewa Syara’ (pejabat
syari’at) yang berkedudukan sama dengan Parewa Adek (pejabat adek) yang
sebelum datangnya Islam telah ada (pengadilan tingkat II). Parewa syara’
dipimpin oleh Kali (Kadli), yaitu pejabat tertinggi dalam syariat Islam
yang berkedudukan di pusat kerajaan (pengadilan tingkat III). Di masing-masing Paleli
diangkat pejabat bahwan yang disebut imam serta dibantu oleh seorang khatib
dan seorang Bilal (Pengadilan tingkat I). Para Kadhi dan
pejabat jurusan ini diberikan gaji yang diambilkan dari zakat harta, sedekah
Idul Fitri dan Idul Adha, kenduri kerajaan, penyelenggaraan mayat dan
penyelenggaraan pernikahan. Hal ini terjadi pada saat pemerintahan raja Gowa XV
(1637-1653) ketika Malikus Said berkuasa. Sebelumnya raja Gowa sendiri yang
menjadi hakim agama Islam.
5. Kerajaan Raja Ali Haji di Riau.
Sistem peradilan
pada kerajaan Riau telah tertata dengan rapi pada masa Raja Ali. Lembaga
peradilan mempunyai kelengkapan layaknya sebuah pengadilan dimasa sekarang.
Peradilan terdiri dari, Mahkamah Kerajaan yang bertugas menyelesaikan
sengketa dalam kerajaan dan Mahkamah Kecil yang bertugas menangani
setiap permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Untuk masingmasing mahkamah
itu diangkat tiga orang Qadhi yang menangani perkara mu’amalah, jinayah
dan munakahat.
Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia
Sebelum Penjajahan Barat
Ada tiga periode
pelaksanaan hukum Islam di Indonesia sebelum kedatangan penjajah barat, yaitu:
1.
Periode Tahkim
Dalam masalah pribadi yang mengakibatkan perbenturan antara hak-hak
dan kepentingan-kepentingan dalam tindak laku mereka, mereka bertahkim kepada
seorang pemuka yang ada di tengah-tengah kelompok masyarakat mereka itu
2.
Periode Ahlul
Hilli Wal Aqdi
Mengangkat seorang ulama dimana mereka yang dapat bertindak sebagai
qadhi untuk menyelesaikan setiap perkara yang terjadi diantara mereka. Jadi
Qadhi bertindak sebagai hakim.
3.
Periode Thauliyah.
Periode Thauliyah dapat diidentikkan sebagai delegation
authority yaitu penyerahan kekuasaan (wewenang) mengadili, kepada suatu
keadaan judicatible, tetapi tidak mutlak. Masuknya Islam di Indonesia
dengan menggunakan pendekatan Kompromis secara tak langsung telah membuat
pembauran antara hukum Islam dengan kepercayaan dalam masyarakat yang talah ada
sebaelum Islam datang.
Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik Penjajah Belanda
1. Zaman VOC (1602)
a. Pada tahun 1642 terbentuklah “Statuta
Batavia” yang berlaku untuk masyarakat Batavia dan sekitarnya yang
menyebutkan bahwa mengenai kewarisan orang Indonesia yang beragama Islam harus
dipergunakan hukum islam sebagai hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari.
b. Pada tahun 1760 terbentuk kitab hukum:
-
Compendium Freijer (karya D.W. Freijer) : hukum perkawinan dan hukum kewarisan islam (
diterapkan pada peradilan di daerah kekuasaan VOC)
-
Mugharaer : perkara-perkara perdata dan perkara-perkara pidana yang sebagian
bermuatan hukum pidana Islam (berlaku untuk pengadilan negeri Semarang)
-
Pepakem Cirebon : kumpulan hukum jawa tua yang merupaka kompilasi ketentuan
hukumHindu yangmengalami perubahan karena pengaruh Islam.
Keadaan hukum islam pada zaman VOC dapat dikatakan lebih maju karena
telah terhimpun dalam beberapa kitab hukum, sehingga hukum Islam masih tetap
selaras, bersatu dan hidup berdampingan dengan hukum adat.
2. Zaman pemerintahan kolonial Belanda atau disela
Inggris
a. Rekayasa Kolonial tentang berlakunya hukum
Islamdi Indonesia
b. Pengaruh islam Snouck Hurgronje terhadap
perkembangan hukum islam di Tanah Air.
c. Rekayasa kolonial belanda di bidang
perundang-undangan
Perkembangan Hukum Islam ditengah Dinamika Sosial Politik Penjajah
Jepang dan Menjelang Kemerdekaan
1.
Sikap politik jepang dan pengaruhnya bagi pengembangan hukum Islam
Jepang merangkul pemimpin Islam untuk diajak bekerjasama dengan
dilibatkannya pemimpin islam dalampenyelenggaran pemerintahan dan latihan
militer. Jepang memberi motivasi kepada kalangan Islam untuk mendirikan
organisasi-organisasi Islam baru.
2.
Pergulatan mengangkat hukum islam dalam masa persiapan kemerdekaan
Piagam Jakarta merupakan nama lain dari tauhid menurut islam
karena hanyalah islam yang mengenal tauhid, semangat ini yang menjadi pijakan
bagi berlakunya hukum islam di Indonesia.
3.
Sistem Hukum Islam di Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang
Kemudian Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1942, menegaskan bahwa Pemerintah Jepang meneruskan segala
kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Ketetapan baru ini tentu saja berimplikasi pada tetapnya posisi keberlakuan
hukum Islam sebagaimana kondisi terakhirnya di masa pendudukan Belanda.
Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik Awal
Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, Jepang lebih memberi dukungan kepada para
tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Dalam hal ini, nampaknya Jepang lebih
mempercayai kelompok nasionalis untuk memimpin Indonesia di masa depan. Dewan
Penasehat (Sanyo Kaigi) dan BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) kemudian
diserahkan kepada kubu nasionalis dan meninggalkan tokoh agama Islam. Hal ini
menimbulkan perdebatan panjang, karena tokoh agama merasa hukum Islam mulai
ditinggalkan Perdebatan panjang tentang dasar negara di BPUPKI kemudian
berakhir dengan lahirnya apa yang disebut dengan Piagam Jakarta. Kalimat
kompromi paling penting Piagam Jakarta terutama ada pada kalimat “Negara
berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”.
Sejarah Perkembangan Hukum Islam pada Masa Kerajaan Islam dan Masa Penjajahan di Indonesia
Reviewed by Unknown
on
20.02
Rating:
Tidak ada komentar: